Relokasi industri dan meningkatnya konsumsi barang impor sesungguhnya memiliki hubungan yang erat dikaitkan dengan isu-isu produk ramah lingkungan. Sebagai gambaran, negara maju yang melakukan relokasi industri seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Perancis, Korea, dan sebagainya. Sedangkan negara yang menerima relokasi industri adalah Cina, India, Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia, Meksiko, dan lain-lain. Relokasi industri memiliki efek dan dampak yang antara lain :
- Wilayah pemasaran semakin meluas.
- Membayar upah buruh yang lebih murah dan bertambahnya kesempatan kerja
- Mendapatkan modal segar baru secara langsung.
- Pendapatan negara dari pajak dan pendapatan perkapita penduduk dari upah atau gaji bertambah
- Pengalihan atau alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang.
- Menimbulkan persaingan yang mungkin akan mematikan industri yang sama di dalam negeri.
- Masuknya budaya baru yang mungkin bertentangan dengan budaya lokal.
- Sebagian besar keuntungan yang diperoleh bisnis asing tersebut akan lari ke luar negeri.
Sebagai contoh adalah Panasonic Corporation yang pada tahun ini akan melakukan ekspansi US$ 50 juta untuk memperluas pabrik elektronik dan menambah kapasitas produksinya di Indonesia. Pengalihan ini dilakukan dengan melihat perekonomian Indonesia tidak terlalu kena dampak krisis, kondisi politiknya stabil, dan pasar domestik yang kuat.
Sedangkan industri dalam negeri seperti di bidang permeubelan dan produk kerajinan Indonesia semakin baik dalam menyiapkan diri sebagai industri yang menhasilkan produk dengan memperhatikan unsur lingkungan, perbaikan ekonomi bagi masyarakatnya, dan bahan baku produksi yang diperoleh secara legal dan bukan dari hasil penebangan liar atau illegal logging. kesempatan berkembang semakin terbuka pada perusahaan-perusahaan yang sudah bersertifikat ramah lingkungan atau ecolabel. Industri mebel merupakan industri yang membutuhkan bahan baku kayu dalam setiap produksinya. Di beberapa negara Eropa, konsumen mendorong setiap produk berbahan baku kayu yang masuk ke pasar mereka berasal dari sebuah proses produksi yang mengutamakan aspek kelestarian. Sehingga dikenal adanya persyaratan sertifikat ekolabel bagi setiap produk yang masuk ke negara tersebut.
Dilain pihak, walaupun sesungguhnya dari sisi kualitas produk asal Indonesia masih lebih baik, Namun adalah fakta bahwa saat ini Indonesia merupakan daerah tujuan bagi produk mainan, komputer dan berbagai produk home appliances berharga murah dan berkualitas buruk. Produk sandang impor dengan kualitas kain yang rendah, Kulkas tidak ramah lingkungan, monitor yang radiasinya tinggi, printer bekas. Serbuan barang bekas banyak sekali dan rakyat kita tetap bangga karena produk luar negeri. Akibatnya tidak ada gairah orang untuk berbisnis dengan baik. Bahkan kini Indonesia diserbu pula oleh produk elektronik bekas dan berkualitas rendah ke Indonesia. Termasuk pula di sektor agro industri khususnya produk-produk hilir hasil industri negara lain seperti `nugget` udang semakin marak dan mudah ditemui di pasar ritel.
Nampaknya, ada kecenderungan dan prediksi pertumbuhan industri yang minus pada tahun 2009 ini seperti cabang industri tekstil, barang kulit dan alas kaki. Sedangkan kebalikan dari kondisi itu adalah prediksi adanya pertumbuhan pada sektor industri barang dan kertas cetakan, pupuk, kimia, dan barang dari karet, logam dasar, besi dan baja. Dimana pertumbuhan terbesar disumbang melalui alat angkut, mesin dan peralatan dan subsektor makanan, minuman dan tembakau.
Bahwa negara-negara importir semakin mempersyaratkan ketentuan ecolabeling terhadap produk-produk yang masuk kenegaranya, maka pergerakan relokasi industri sesungguhnya tidaklah berdasarkan pada isu-isu lingkungan. Tetapi lebih pada faktor – faktor pangsa pasar, ketersediaan bahan baku, regulasi dan upah buruh. Sedangkan industri-industri yang resourcenya belum memperhatikan ecolabeling akan mengalami segmentasi pasar yang semakin sempit.
Dalam situasi ini nampaknya Indonesia dengan potensi pasar domestik yang luar biasa serta persepsi masyarakat kebanyakan terhadap suatu produk yang masih belum memperhatikan isu ecolabeling, sangatlah berpengaruh terhadap serbuan produk-produk tidak ramah lingkungan dari negara-negara tertentu. Termasuk terjadinya relokasi industri yang teknologinya belum ramah lingkungan ke Indonesia.
Industri secara umum adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan metode yang sama dalam menghasilkan laba. Karena itu, dampak secara ekonomi lebih dirasakan, padahal berdirinya industri tentu membawa dampak, baik itu bagi lingkungan hidup maupun lingkungan social. Beberapa dampak tersebut diantaranya seperti mengurangi tingkat pengangguran, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan industri dan bagi lingkungan hidup industri membawa banyak dampak negative seperti pencemaran iar, populasi udara dan lain sebagainya.
Pemecahan terbaik atas situasi ini adalah pemerintah harus secara konsisten melakukan beberapa upaya yakni, mengembangkan teknologi mandiri secara terus menerus, memperluas standarisasi, akredittasi dan pengendalian. Di sisi lain, larangan impor komoditas – komoditas tertentu harus didasarkan alasan yang jelas dan uji klinis bila larangan tersebut yang dilakukan berdasarkan alasan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
- Kompas Cetak, http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/05/15/00345730/asing.ancaman.atau.peluang, diakses tanggal 2 April 2009
- Jurnal Ilmiah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), http://fpips.upi.edu/jurnalfpips/log_user/geogea.php?startrow=20, diakses tanggal 2 April 2009
- C@ndR_heaven, http://xcandrx.blogspot.com/2008_12_01_archive.html, diakses tanggal 2 April 2009
- Suara Merdeka, http://www.suaramerdeka.com/harian/0603/13/eko06.htm, diakses tanggal 2 april 2009
- Analisis Strategi Pengembangan Penggunaan Bahan Baku Kayu Bersertifikat Ekolabel di Indonesia/ -- 2006, http://elibrary.mb.ipb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=mbipb-12312421421421412-wishnutirt-541, diakses tanggal 2 April 2009