Manajemen Pemasaran : Dampak Krisis Global Terhadap Industri Perikanan di Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN

Berbagai peristiwa sepanjang tahun 2008, seperti harga minyak yang meroket hingga level tertinggi pada $147 per barel pada bulan Juli tahun 2008 dan sekaligus menukik tajam hingga posisi terendah dalam empat tahun terakhir yaitu pada kisaran $30 per barel pada bulan Desember 2008 dan adanya krisis global yang terjadi sepanjang tahun 2009 kini nampaknya telah memberikan dampak luas terhadap industri (usaha kecil, menengah dan besar) perikanan. Walaupun Potensi Kelautan dan perikanan Kalimantan Timur sebenarnya memiliki sumberdaya ikan yang cukup besar tapi pemanfaatannya belum optimal. Hal itu bisa dilihat dari potensi perikanan tangkap Kaltim, di lingkar Selat Makassar yang luasnya 98.000 km2 dengan zona ekslusif 40.000 km2. Diperhitungkan nelayan Kaltim bisa memanfaatkan laut seluas 13.800 km2 dengan potensi tangkapan mencapai ± 339.000 ton/tahun, tetapi baru dimanfaatkan kurang dari 40%. Namun saat ini kita belum bisa membayangkan apakah hari-hari ke depan industri perikanan kita masih berjalan kalau tidak segera diambil langkah-langkah penyelamatan. Perlu segera dicari solusi nyata agar industri yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat banyak dan penghasil devisa negara tidak tenggelam dihempas badai krisis global.

BAB II PEMBAHASAN

Dampak Krisis Global
Sebagai sektor penghasil pangan strategis, sektor perikanan mengalami dua kondisi berbeda yang agak ekstrim, yaitu: mengalami kenaikan harga tajam pada semester pertama dan mengalami kejatuhan harga yang signifikan pada semester kedua. Pada semester pertama 2008, hampir seluruh analisis tertuju pada melonjaknya harga pangan, sampai 2-3 kali lipat dibandingkan harga pangan di 2005. Tiga faktor utama yang sering dianggap bertanggung jawab terhadap eskalasi harga pangan dan pertanian di tingkat global, yaitu: (1) fenomena perubahan iklim yang mengacaukan ramalan produksi pangan strategis, (2) peningkatan permintaan komoditas pangan karena konversi terhadap biofuel, dan (3) aksi spekulasi yang dilakukan para investor (spekulan) tingkat global karena kondisi pasar keuangan yang tidak menentu.
Dampak krisis global bagi nelayan saat ini sudah dirasakan hampir merata di seluruh tanah air dalam berbagai kesulitan yakni,
pertama, Untuk sektor perikanan, kalimantan Timur mengandalkan ekspor ikan dan udang, khususnya ke Taiwan, Jepang, Korea dan sedikit Amerika Serikat. Produksi ikan nasional secara kumulatif pada 2008 diperkirakan 8,1 juta ton, suatu peningkatan yang sangat signifikan (32 persen per tahun) dari angka produksi 6,1 juta ton pada 2004. Berhubung begitu kuatnya keterkaitan sektor perikanan tekanan ekonomi global, masyarakat sangat khawatir akan dampak krisis keuangan global saat ini, khususnya terhadap kesejahteraan nelayan, terutama nelayan skala kecil dan menengah. Sebelum krisis keuangan global, produksi perikanan di tingkat global diperkirakan 7,5 juta ton, termasuk 3,8 juta berasal dari budidaya udang. Maksudnya, produksi udang budidaya telah melebihi produksi perikanan konvensional, karena semakin intensifnya usaha budidaya udang. Angka ini lebih banyak didorong oleh tingginya produksi udang budidaya selama lima tahun terakhir dengan tingkat pertumbuhan 21 persen per tahun. Laju pertumbuhan udang budidaya diperkirakan melambat pada 5-6 tahun mendatang, dengan laju pertumbuhan 6 persen atau kurang.
Pelemahan ekspor udang yang terjadi sesungguhnya terlihat dari beberapa hal berikut:
  1. Permintaan importir udang AS untuk menegosiasikan ulang kontrak untuk menurunkan harga dan volume produk perikanan.
  2. Terjadi keterlambatan pembayaran oleh importir produk perikanan dari AS. Beberapa eksportir udang mengeluhkan keterlambatan pembayaran selama dua minggu meski produk ekspor sudah diterima.
  3. Berdasarkan data ACPI, harga ekspor udang tanpa kepala US$7,15/ kg, dan sejak Oktober ditekan 2008 menjadi US$6,38/ kg. Penurunan harga ini adalah kesepakatan beberapa pelaku usaha untuk mempertahankan pasar.
Tidak saja ekspor, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar berpengaruh terhadap besaran modal. Logikanya bila ada pelanggan dengan permintaan besar, mengapa harus dicari pelanggan lain yang belum tentu permintaannya besar.

Kedua
, meningkatnya jumlah angka pengangguran di sektor perikanan akibat kehilangan pekerjaan, seperti: para anak buah kapal (ABK). Umpamanya, di pesisir Pantai manggar Balikpapan tenaga kerja yang bekerja dalam perikanan adalah merupakan mayoritas penduduk. Artinya, berhentinya aktivitas melaut bagi kapal-kapal di daerah tersebut akan dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) para ABK ditambah lagi karyawan yang bekerja dalam industri terkait. Hal yang sama juga berlaku bagi perikanan dibawah 30 GT yang sebagian dalam beberapa minggu terakhir mereka tidak lagi melaut sehingga bekerja serabutan demi menutupi kehidupan sehari-hari.

Ketiga
, industri pengolahan, usaha mikro, kecil dan menengah (UKMK) perikanan terancam gulung tikar. Usaha industri pembekuan udan sebagian telah mengurangi aktivitasnya. Mereka mulai kesulitan mendapatkan pasar ekspor. UKMK yang juga terancam berhenti akibat kondisi ini adalah usaha petambak tradisional yang tidak memiliki akses langsung dan luas kepada perusahaan pengolahan, pembeli potensial dan cold storage.Terlebih dengan menurunnya harga pasaran udang, membuat mereka semakin lemah dihadapan pelaku produksi udang intensif dan semi intensif. Udang dari petambak tradisional dan semi intensif umumnya didistribusikan pengumpul ke pengecer, pasar swalayan, dan institusi lainnya. Mata rantai penjualannya, pengumpul mendapat udang dari petambak tradisional. Lalu membawanya ke pabrik pengolahan, pasar sawalayan, atau institusi lainnya.

Keempat, terbukanya kapal asing beroperasi di perairan Indonesia. Berhentinya usaha perikanan nasional memberikan peluang bagi kapal asing menangkap ikan di Indonesia. Kini, nelayan Indonesia dari beberapa daerah sentra-sentra perikanan sudah banyak yang bekerja di kapal asing. Tentu hal ini sangat menyedihkan karena kapal asing akan mengeruk secara tak terkendali sumberdaya perikanan kita, seperti halnya kasus di berbagai perairan yang rawan kapal asing yang potensinya masih cukup melimpah.
Adanya konflik antarnelayan seperti yang terjadi pada 2005-2006, terjadi kasus pembakaran beberapa kapal dari 23 unit milik nelayan dari Jawa Tengah yang bersadar di Pelabuhan Telaga Emas, Kampung Baru Balikpapan.
Nelayan setempat marah karena para nelayan dari Jawa Tengah dengan mesin kapasitas besar serta alat tangkap cukup canggih yakni "purse seine" (pukat cincin) beroperasi sekitar 20-30 mil dari pantai Balikpapan, yang merupakan wilayah tangkap nelayan tradisional Balikpapan. Beroperasinya nelayan dari Jawa Tengah itu menyebabkan tangkapan nelayan Balikpapan menurun mencapai 40-60 persen karena mereka beroperasi di dekat rumpon nelayan setempat serta menggunakan alat cukup canggih.

Kelima, Kondisi para nelayan tradisional itu kondisinya sekarang kian terpuruk akibat terpaan krisis ekonomi global, menjadikan ketergantungan pada kebutuhan dukungan permodalan dengan bunga sangat lunak, hal itu bisa dilakukan dengan membangun lembaga jaminan kredit oleh bank daerah. Dukungan permodalan sangat penting karena keterbatasan itu menyebabkan mereka sulit menjangkau kawasan tangkapan dalam atau kawasan ZEE.

Urgensi Kebijakan Pemerintah
Dalam situasi ini yang memprihatinkan tersebut maka kebijakan Pemerintah dalam rangka menyelamatkan industri perikanan harus segera dapat dioperasionalkan dengan mempertimbangkan segala masukan dari stakeholder.
Beberapa alternatif kebijakan perlu dilakukan, karena bila mencermati kebijakan tersebut nampaknya penanggulangan beban nelayan maupun pelaku UKMK, dan industri pengolahan akibat dampak krisis global harus segera teratasi.
Sementara nasib nelayan tradisional, nelayan kecil dan buruh perikanan yang beroperasi di daerah perlu juga mendapat perhatian. Selain karena memang dari dulunya mereka miskin, juga mereka dipastikan akan semakin sengsara akibat dampak krisis global yang mau tidak mau akan menyentuh perekonomian mereka.
Kebijakan pendelegasian perizinan di level provinsi yang semula dikeluarkan pemerintah pusat juga akan berpotensi menimbulkan masalah baru. Kebijakan ini berpotensi akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu di daerah untuk mendapatkan keuntungan sesaat, umpamanya melalui percaloan atau jual beli perizinan sehingga diperlukan pengawasan yang sangat ketat. Akibatnya kebijakan ini hanya akan menambah beban nelayan di daerah.

BAB III KESIMPULAN

Solusi kebijakan dari kondisi tersebut diatas adalah perlu adanya kesiapan sektor bidang kelautan dan perikanan untuk mengantisipasi kemungkinan sektor-sektor yang tidak bisa diperbaharui mencapai masa akhir produksi. Selain itu arah pengembangan hendaknya dengan menggunakan klaster-klaster yang sesuai dengan potensi daerah masing-masing.
Pengembangan klaster-klaster sesuai dengan komoditas unggulan masing-masing daerah, yang memerlukan kerja keras dan kerjasama serta dukungan semua pihak misalnya dari perindustrian, koperasi, perdagangan, Badan Penanaman Modal, Badan Pengembangan Industri dan BUMN Daerah. Terlebih yang sangat dibutuhkan dukungan dari lembaga-lembaga keuangan.



DAFTAR PUSTAKA
  1. Philip Kotler, Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, Jilid 2, Terjemahan, Edisi Kedua Belas, PT. Indeks, Jakarta, 2007;
  2. Prof.Dr.Suharno, SE.,MM, Yudi Sutarso, SE., MM, Marketing In Practice, Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, Samarinda, 2009;
  3. Info Sheet Kiara (Fisheries Justice Coalition), Edisi Desember 2008, http://kiara.or.id/images/stories/Rekam_Jejak_Krisis_Keuangan_Global_Terhadap_Sektor_Perikanan_Indonesia.pdf , (online), diakses 24 April 2009;
  4. Bustanul Arifin, Peternakan dan Perikanan di Tengah Krisis Global, http://barifin.multiply.com/journal/item/56 , (online), diakses 24 April 2009:
  5. Tridoyo Kusumastanto, The End of History Industri Perikanan Nasional, http://www.box.net/index.php?rm=box_v2_download_shared_file&blog&file_id=f_90196075 ,(online), diakses tanggal 26 April 2009
  6. Anonim, Optimalisasi Perikanan Kaltim Butuh Permodalan, http://www.news.roll.co.id/news/35122-____optimalisasi-perikanan-kaltim-butuh-permodalan____.html, (online), diakses tanggal 27 April 2009
  7. Enny, Potensi Perikanan Belum Dimanfaatkan Optimal, http://www.kaltimprov.go.id/content.php?kaltim=news&code=1&view=2229, (online) diakses tanggal 27 April 2009





SocialTwist Tell-a-Friend

Selengkapnya.....