Premium, Solar , LPG, Minyak Tanah dan BLT

Kamis, tanggal 22 Mei 2008 memang benar-benar hari yang surprise buat ku.

LPG Kosong

Sudah dua hari ini aku kesana kemari sambil bawa tabung LPG yang kosong. Separuh Kota Balikpapan sudah kujelajahi. Bagaikan sopir angkot yang matanya jelalatan ke kiri dan ke kanan mencari penumpang, begitu pula aku yang jelalatan mencari toko yang menyediakan tabung LPG. Mulai tepi jalan raya hingga ke Gang-gang. Mulai dari Perumahan hingga ke kampung kampung. Nihil. Hanya tersedia tabung kosong dengan secarik kertas atau papan triplek yang bertuliskan LPG KOSONG. Kalaupun sempat berdialog dengan empunya toko, paling disapa dengan perkataan " Kosong, Pak". " Sudah dua bulan ini sulit". "Kadang ada, tapi harganya mahal, Pak. Bisa 70ribu bahkan 90ribu". Kecut.

Pembatasan BBM di SPBU

Putar sana sini karena mencari LPG, aku malah menghabiskan bensin. Harus isi Premium ke pom bensin. Ternyata semua SPBU penuh dengan antrian. Konyolnya kalau siang, biasanya yang habis duluan adalah Premium. Dari dua SPBU favorit yang diyakini kalau ngisi "Pasti PAS" salah satunya adalah SPBU Karang Anyar yang dioperasikan oleh PERTAMINA, dan ternyata masih menyediakan Premium. Tapi antriannya sudah dimulai dari depan Hotel Blue Sky, kira-kira itu sudah 500meter lah. Di dalam antrian sudah ada angkot yang memajukan kendaraan dengan cara didorong karena kehabisan bensin. Siang bolong yang benar-benar panas!

PLN Mati

Kebetulan pada hari yang sama listrik sedang padam di wilayah kantorku. Dengan alasan itu lantas aku ijin keluar kantor untuk berjuang mencari LPG yang akhirnya kusadari sedang raib entah kemana. Perut yang sudah teriak-teriak minta diisi, bensin di tangki yang sudah berada di posisi Empty, LPG yang tak jua ketemu. Membuat aku mengambil keputusan : Pulang ke rumah. Dasar memang lagi apes. baru saja tiba di rumah, eh, listrik di dirumah kena giliran padam! Padahal ada tujuan mau neruskan kerja di rumah. Untunglah Genset darurat masih menyisakan bensin di tangkinya. Biar bising, yang penting ada setrum dirumah.

Minyak Tanah Yang Dijatah

Ternyata, Bu Haji (panggilan kesayangan untuk tetangga yang bersedia menemani anakku yang masih kecil) belum selesai masak. Beliau cerita bahwa minyak tanah yang dipakai untuk memasak di rumah adalah minyak tanah jatah miliknya yang baru bisa diperoleh kalau pada saat beli bisa menunjukkan Kartu Kendali Pembelian Minyak Tanah Bersubsidi. Aku tidak punya kartu itu. Entah dengan cara perhitungan apa BPH Migas Balikpapan tidak memberiku kartu itu. Artinya memang aku tidak punya persediaan minyak tanah di rumah, kalau mau beli di warung sebelah, ditolak dengan alasan tidak bisa menunjukkan kartu!. Untung saja Bu Haji mau berbaik hati berbagi minyak tanah miliknya. Walhasil, ketika anak-anakku pulang, mereka bisa makan siang.
Sesudahnya, Bu Haji pamit pulang dulu, katanya hari ini waktunya antri beli minyak tanah. "Saya titip, Bu Haji" kataku. Ternyata tidak bisa. Karena pembelian minyak jatah dengan Kartu Kendali itupun dibatasi..... hanya 5 liter per orang!

Ongkos Transportasi Naik, Bung

Anakku yang sulung kalau pulang sekolah selalu dengan menggunakan angkot yang diteruskan dengan menumpang ojek. Begitulah, tidak ada angkot yang mau ambil route dari arah Muara Rapak ke Perumahan Graha Indah. Jangan tanya aku, kenapa. Tanya pada angkotnya saja. Apakah karena penumpangnya kurang, jalurnya kering, atau karena di perumahan Graha Indah terlalu banyak polisi tidur yang ukurannya tidak masuk akal....
Tadi, begitu tiba di rumah, karena kebetulan lihat Bapaknya, anakku langsung nodong minta uang ribuan. Lho? kan, sudah sangu? "Iya, sekarang ini ongkos angkot dan ojeknya naik, Pah...."

Rakyat yang di BLT kan

Semua kesulitan itu sepertinya sudah diberikan solusi yang membuai. Biaya Langsung Tunai alias BLT. Asal mau ngaku kere, dan sedang beruntung, mungkin nanti disediakan kartu lagi, Kartu BLT. Jadi kalau tidak kere, sesulit apapun hidupmu, gak akan dapat kartu BLT, gak akan dapat subsidi, gak bisa malas-malasan. Harus kerja keras, berjuang, tidak boleh malas, supaya tetap bisa meneruskan hidup tanpa subsidi dari Pemerintah Pusat. Karena yang malas, kere dan tidak berjuang lah yang pantas dapat Kartu BLT.
Walaupun rasanya akal ini serasa bebal untuk mencari alasan pembenaran terhadap rencana pemerintah yang meninabobokkan ke-papa-an rakyat itu, aku tidak ambil pusing. Andai 10% saja dari dana BLT itu diserahkan untuk pembangunan jembatan Pulau Balang yang menghubungkan Kabupaten Penajam Paser Utara ke Balikpapan dan sebaliknya, berapa ratus ribu rakyat yang bisa bersuka cita karena dapat menjalankan kehidupannya dengan sarana transportasi yang lebih murah? Peduli apa. Seratus ribuan yang dibagi kepada setiap orang lebih penting dan lebih heboh. Dijamin kerja KPK lebih banyak, aparat kelurahan lebih berkeringat dan munculnya data rakyat kere yang lebih banyak!
Jadi Premium mau naik, berubah atau ganti harga silahkan, PLN byar pet monggo, Ongkos transportasi yang menanjak go ahead, LPG hilang-hilang terus ya biasa saja, dan minyak tanah yang dilenyapkan sudah sesuai rencana.

Selamat Hari Kebangkitan Nasional, semoga Indonesia bisa jaya !

Selengkapnya.....

Cheapest SD Card 1GB

Berapa sesungguhnya harga sebuah SD Card dengan kapasitas memory 1Gb?
Ternyata rata-rata dipasaran dijual seharga 200.000-400.000 rupiah! Dan aku cukup beruntung bisa beli memory ini hanya dengan harga 100.000 rupiah. Atau penjualnya yang sial? Tetapi begitulah yang kuperoleh tanpa sengaja di Kota Tanah Grogot. Hanya karena lupa bawa memory untuk Tustel Nikon Coolpix L3. Akhirnya malah dapat memory jenis itu di salah satu Toko Alat-alat Fotography Tanah Grogot.


Selengkapnya.....

Emergency Charger For Handphone


Gadget ini sebenarnya sudah pernah aku lihat dan dipakai oleh seorang kawan yang sama - sama satu tugas. Very usefull apalagi saat-saat battery HP sudah drop, tidak ada charger, listrik mati dan jauuuuh dari peradaban. Syaratnya hanya sebuah battery AA 1,3Volt yang masih powerfull dan tentu saja gadget ini sedang dikantongi. Terakhir saat aku ke Plaza Pinangsia Jakarta pada bulan April lalu masih belum ketemu dengan alat ini. Mungkin karena terlalu terburu-buru. Tidak disangka malah saat jalan-jalan di Kampong Bugis Singapore, ada PKL yang menjajakan ini. Ditawarkan seharga 25 dollar. Sempat aku nego seharga 20 dollar, penjajanya nggak mau. Iseng-iseng aku mampir di Japan Shop yang lokasinya berada didekat dengan PKL tersebut. Tidak disangka barang itu ada dan harganya jauh lebih murah, hanya 12,8 dollar.
Fungsinya sebagai charger darurat, setidaknya kita tidak sampai harus kehilangan moment terakhir saat bertelepon. Very usefull. Thanks to technology.


Selengkapnya.....

My journey to Batam - Singapore

Kota Batam

Untuk yang kedua kalinya aku dapat kesempatan menjejakkan kaki ke Kota Batam. Pada tanggal 6 Mei 2008 dengan menggunakan pesawat Lion Air aku tiba di Batam pada pukul 17.00 WIB setelah terbang dari Balikpapan dan transit di Jakarta. Dengan menggunakan taxi bandara yang ongkosnya 70.000 rupiah, kami minta diantarkan ke Hotel Bahari di Nagoya yang tarifnya 185.000 Rupiah semalam dan kami memutuskan untuk menginap disitu semalam. Kami sadar kalo daerah Nagoya juga sering disebut-sebut daerah untuk dugem, esoknya kami pindah di Penginapan Pusat Informasi Haji (PPIH) yang fasilitasnya lebih baik dengan tarif 240.000 Rupiah semalam. Kami diberi kamar di lantai 4 dengan view ke arah Barat yang pemandangannya cukup menarik terutama di malam hari yaitu Mesjid Agung dan Kantor Pemko Batam.

Berbeda dengan kebanyakan kota-kota di Indonesia, Batam memang unik. Kota ini mencakup beberapa pulau, sehingga sebutan daerah ini pun bertambah menjadi Barelang. Kependekan dari Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang, yang sekarang dihubungkan dengan jembatan-jembatan. Sungguh sebuah pemandangan yang indah ketika melintasi jembatan-jembatan itu. (Dan ini sangat kontras dengan keinginan warga Balikpapan-Penajam Paser Utara yang berharap daerahnya bisa terhubung dengan jembatan yang katanya akan melintasi Pulau Balang di Teluk Balikpapan.)


Di ujung Pulau Galang yang jauhnya sekitar 60km perjalanan dari pusat kota Batam, terdapat bekas-bekas Camp pengungsi Vietnam yang lari dari konflik di negaranya dimasa lalu. Tempat itu pun kini menjadi obyek wisata, sudah ditinggal penghninya pulang ke Vietnam. Sedangkan Kuilnya Quan Am Tu masih digunakan hingga saat ini dan menjadi Barang Milik Negara.

Keunikan yang lain adalah jenis kendaraan yang lalu-lalang di jalanan. Menurut supir taxi yang kami tumpangi, kebanyakan kendaraan di Batam adalah ex Singapura atau sebut saja limbah. Limbah kendaraan bermotor ini kondisinya sewaktu masuk ke Indonesia masih "baik" dalam ukuran orang kita. Sehingga model dan jenis kendaraannya menjadi tidak umum seperti kebanyakan kendaraan bermotor di Indonesia pada umumnya. Ada sedan dengan merk Rover, Subaru dan model-model dari merk terkenal namun tidak beredar di Indonesia. Saking mudahnya untuk mendapatkan kendaraan second tahun 1997 keatas, kelihatannya membuat warga Batam malas untuk memelihara kendaraannya. Walhasil kendaraan yang lalu lalang rata-rata terlihat kusam dan jorok karena tak pernah dirawat.

Kini untuk mendapatkan mobil second impor dari Singapura sudah tidak mudah. Pemerintah Indonesia melarangnya. Sehingga mobil-mobil itu masuk ke Indonesia dalam bentuk "scrap" alias peretelan. Jadi spare-part second, yang katanya kondisinya malah rata-rata lebih bagus ketimbang spare-part baru tapi kualitas K2 atau K3 buatan Taiwan dan Korea.

Menikmati pemandangan di Kota Batam rupanya juga merupakan keasyikan tersendiri. Jalanan yang rata-rata lebar dengan tepi jalan yang cukup untuk ruang pejalan kaki dan daerah hijau, menunjukkan adanya perencanaan penataan kota yang baik. Jejak peran Badan Otorita Batam dalam penataan kota rupanya sangat terasa. Plazanya jauh lebih banyak dari Plaza yang ada di Kota Balikpapan. Uniknya disini terdapat sebuah komplek shopping center yang namanya Samarinda Shopping Center.

Pilihan menginap di PPIH ternyata membuat kami harus menerima konsekwensi sulitnya cari makan di luar penginapan, khususnya di malam hari. Hanya ada satu warung masakan seafood yang ada di tepi jalan dekat penginapan. Lain dari itu pilihannya kami harus ke Batam Mall Center yang jaraknya sekitar 300 meter dari penginapan. Di lantai II Mall ini terdapat beberapa tempat makan. Kami ternyata hanya tertarik pada menu masakan Sop Tulang yang ada di depot Rumah Makan Minang yang ada disitu. Dan itulah menu makan kami setiap malam selama 4 hari!

Pilihan lain barulah kami peroleh setelah sempat jalan-jalan keliling kota. Ketemu tempat makan di dekat daerah Bukit Senyum. Rumah Makan Pondok Batam Kuring namanya. Tempatnya asyik dengan penataan yang terkesan alami.

Singapura di Depan Mata

Setelah hari keempat tanggal 10 Mei 2008, dengan mengikuti rombongan, aku dapat kesempatan "nyeberang" ke Singapore melalui International Ferry Terminal Batam Center. Karena ini adalah 0ne day visit, Pagi-pagi pukul 06.30 wib sudah harus kumpul di Pelabuhan. Semua diurus pagi itu juga, Fiskal laut untuk ke Singapura besarnya 500.000 rupiah, ticket ferry Batam Fast beayanya 180.000 rupiah. Selesai urusan itu, sambil menunggu waktu keberangkatan jam 07.00 wib, kusempatkan sarapan disalah satu kantin yang tersedia. Ternyata disini juga ada bubur. Sebut saja bubur Batam. tastenya sebenarnya mirip - mirp bubur Bandung. Lumayanlah buat menghangatkan perut yang masih kosong. Apalagi nanti lamanya perjalanan dengan ferry makan waktu 1 jam.
Tiba di pelabuhan Ferry Harbourfront Singapore Cruise Center sekitar pukul 08.00 wib atau jam 09.00 waktu Singapore, sama dengan waktu di Indonesia Tengah. Letaknya di hadapan Sentosa Island. Pemandangannya pun sudah indah dengan bentangan cable way dari Mount Faber & Cable Car Station hingga ke Sentosa Island. Sayang one day visit tak cukup waktu untuk menikmati itu. Di pelabuhan ini kita sudah harus siapkan segalanya, Pasport, mungkin KTP dan... mental. Ya, mental kita sudah diuji pada saat pemeriksaan pasport. Tampang kriminal, norak, kampungan bakal lama urusannya, apalagi kalau sudah disangka TKI. Petugas yang kutemui disini adalah seorang perempuan keturunan India. Belum apa-apa sudah tidak percaya dengan KTP berwarna biru yang kusodorkan. "Berapa lama kamu di Singapore?" syet, dah, kamu.. kamu.. gak sopan banget nih India. "Ini KTP Indonesia? Kenapa tidak kuning?" (sambil menunjuk bagian atas KTP, maksudnya kenapa tidak seperti kebanyakan KTP di Indonesia yang bagian atasnya di blok dengan warna kuning). "Itu KTP Balikpapan", jawabku. Bolak-balik KTP itu dipelototi sambil ngecek foto yang ada disitu. Memang saat itu aku tidak bawa apa-apa, backpack pun tidak, malah kakipun cuma pakai sandal saja. Selesai dengan urusan si India gombal itu, lalu dengan mengikuti rombongan menuju ke counter money changer, tukar uang, disini nilai 1 dollar Singapore = 6.800 rupiah. Ternyata lebih murah kalau tukar di Batam, 1 dollar = 6.720 rupiah. Lumayan selisih 80 rupiah apalagi kalau dikali 1juta.

Perjalanan wisata di Singapore bagi pelancong dan turis "nyebrangan" secara kagetan memang sebaiknya mengandalkan jasa travel wisata. Biaya yang harus dikeluarkan lebih terukur, kecuali kalau sudah punya pengalaman dan ngerti route. Rombongan kami yang jumlahnya 12 orang menggunakan jasa turis, pakai 2 mobil. Secara patungan aku bayar 26 dollar Singapore untuk paket wisata sehari. Route yang dilalui antara lain Patung Singa Marlion di Tanjong Pagar, lalu ke Raffles Place tempat si raffles berdiri dengan angkuhnya, disini kita bisa lihat suasana muara sungai tempat Raffles mendarat di Singapura. Tempatnya mengingatkanku pada kampung halaman, terutama kawasan Jembatan Manggar Balikpapan. Sungguh indah seandainya bisa ditata seperti Raffles Place ini. Banyak burung-burung bebas berterbangan tanpa rasa takut terhadap orang-orang yang lalu lalang. Setidaknya ada terlihat sejenis burung kutilang, gagak dan cucak rawa. Disekitar Tanjong Pagar ini pula terdapat terowongan kecil tempat pejalan kaki melintasi jalan raya. Persis seperti terowongan yang ada di Terminal Bis Batu Ampar Balikpapan, melintasi terminal menuju perumahan Batu Ampar Lestari yang sayangnya tidak terurus.

Perjalanan dilanjutkan menuju Mustafa Center, tempat yang sering direkomendasikan di banyak situs sebagai surga belanja termurah di Singapura. Murah? kalau dibanding dengan harga barang-barang sejenis di Nagoya Batam sepertinya berimbang saja. Mungkin malah lebih murah di Glodok Jakarta. Lepas dari situ sudah jam 12.30 waktunya pergi ke rumah makan Minang yang terletak di Muscat Road, Malay Village, dekat sebuah mesjid, sayang aku lupa namanya. Satu prosi makanan khas Padang disini rata-rata 4 dollar, lumayan sedap apalagi kalau sedang lapar dan sudah ikut antrian yang kebanyakan orang-orang Malaysia dan Indonesia.

Selesai makan kemudian menuju ke Little China, disini ada parfum yang di pasaran Indonesia seharga 400.000 rupiah dijual hanya seharga 200.000 rupiah. Penjualnya keturunan India dan ngakunya mau pindah usaha ke Indonesia.

Selanjutnya kami ke Kampung Bugis. Tetapi jangan berharap bertemu dengan saudagar Bugis. Tetap saja pedagangnya kebanyakan keturunan India dan keturunan China. Kita bicara dengan mereka dalam bahasa Inggris. Ah. itu juga nggak perlu, yang penting bisa ngomong "How Much?" dan bisa ngitung konversi dollar Singapore ke Rupiah sudah cukup, kok. Disini aku ketemu Becak Singapore. Canggih, mengkilap, pakai Sound System dengan MP4 Player dan Portable Game SP2. Drivernya keturunan China masih muda telinganya bertindik dan pakai badge pengenal.

Hari sudah sore ketika aku sampai di Orchard Road, tempat yang sangat sering disebut-sebut oleh orang-orang kita yang sudah pernah kesana. Terbengong-bengong di Lucky Plaza hingga ke Tang Plaza hanya menyaksikan orang-orang hilir mudik. Mungkin sama saja dengan Sogo di Jakarta, begitulah. Akhirnya nyelonong ke belakang Plaza, eh, malah ketemu Mount Elizabeth Hospital. Ini dia tempatnya yang sering disebut-sebut dalam koran sebagai tempat bagi kebanyakan Pejabat Indonesia berobat. Seru juga ternyata, sambil berobat, belanjanya tinggal jalan kaki saja. Apalagi kalau pejabatnya pergi berobat sambil bawa .. eh, diantar sanak family.

Sebelum kembali ke Singapore Cruise Centre, kami mampir dulu di Temasek Boulevard, menyaksikan air mancur ditengah Suntec Tower yang jumlahnya ada lima tower. Sebuah kawasan yang memberikan sensasi berbeda.


Satu hari perjalanan ternyata benar-benar hanya cukup buat observasi doang. Memang paling baik bila kita sediakan waktu (dan uang) yang cukup untuk merasakan lebih jauh seperti apa sebenarnya negeri wisata seperti Singapore ini. Sambil terapung-apung kembali ke Batam pada jam 19.30 waktu Singapore, aku berkesimpulan bahwa sebenarnya tidak banyak bedanya dengan Batam. Kedua tempat itu sama-sama diisi dengan jenis-jenis mobil mewah.

Kalau di Singapore diisi dengan mobil seri keluaran baru, Batam diisi dengan mobil seri keluaran lama bekas orang singapore... Sama-sama bisa makan di pinggir jalan, bedanya Singapore bebas debu, Batam makan debu. Jalanan sama-sama lebar, cuma beda di marka jalan doang. Batam jarang ada marka jalannya! Saran nih, kalau habis pulang dari Singapore dan singgah di Batam, jangan bandingkan kedua tempat ini.






Selengkapnya.....

A Trip To Tanah Grogot - Kabupaten Paser

Akhirnya saya dapat kesempatan juga untuk mengunjungi Kota Tanah Grogot di Kabupaten Paser - Kalimantan Timur. Sebuah kesempatan yang benar-benar bagus. Walaupun kelihatannya itu tidak berhubungan dengan tugas-tugas keseharian, tetapi perjalanan kesana sesungguhnya adalah pengalaman yang sangat baik bagi saya.

Jalan Berlubang Sepanjang Jalan

Menikmati perjalanan mulai dari setibanya di Pelabuhan penyeberangan Ferry di Kabupaten Penajam Paser Utara sampai dengan pertigaan Kuaro rupanya tidak bisa sesantai seperti kalau kita menikmati perjalanan dari Balikpapan ke Samarinda. Banyak lubang-lubang dan amblesan sepanjang jalan yang harus diperhatikan. Kecepatan kendaraan memang bisa dipacu sampai dengan 120km/jam tetapi itu berarti shockbreaker dan roda harus bekerja ekstra keras menerima kenyataan lubang-lubang yang menganga tanpa rambu-rambu. Ini mengingatkan saya ketika melakukan perjalanan ke Kota Banjarmasin pada tahun 2000 lalu dengan menggunakan kendaraan umum bis antar propinsi. Tidak ada perubaha yang sangat berarti dari kondisi jalan yang tidak rata dan berlubang itu, kecuali pemandangan yang saat ini penuh dengan baliho calon-calon Gubernur Kalimantan Timur dan calon Bupati Penajam Paser Utara.

Kota Yang Bersolek

Karena sedang mengadakan perhelatan tingkat Propinsi, Tanah Grogot mempercantik diri. Ruas jalan rata-rata terlihat bersih. Semua dicat dengan nuansa hijau putih, yang menurut pandangan saya, kota ini malah menjadi kelihatan lebih menarik daripada Kota Tenggarong - ibukota Kutai Kartanegara yang ngakunya si Kabupaten terkaya itu. Kontur daerah yang kebanyakan rata membuat masih banyak orang yang mau menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi di Kota ini. angkutan umum sama seperti di kota-kota yang ada di Kalimantan Timur pada umumnya, menggunakan kendaraan jenis station wagon dan ada pula kendaraan angkutan umum sejenis bemo. Ini jenis kendaraan yang baru saja didatangkan dan satu-satunya kota di Kaltim yang memilih bemo sebagai alat transportasi bagi warganya.


Sungai Kandilo

Inilah Sungai Kandilo. Disinilah awal semua aktivitas dimasa lalu dilakukan. Kerajaan Paser juga berada di tepi Sungai ini tepatnya di Paser Balengkong. Begitu pula jejak-jejak masuknya Armada Portugis ke alur Sungai ini nampak dari peninggalan Canon yang kemudian jadi salah satu peninggalan sejarah di Kabupaten ini. Disini pula sentra pedagang makanan berada, berjajar sepanjang tepi Sungai Kandilo yang sayangnya ditata dengan cara membelakangi sungai sehingga mengurangi keindahannya. Saya mendapati semua stand penjual makanan disitu adalah pendatang. Dan tenyata sampai saat kepulangan, tidak ada makanan khas di daerah ini. Hanya Madu Paser yang sempat dibeli seharga Rp.60.000,- seukuran sebotol sirup.


Plaza

Disini juga ada Plaza. Plaza Kandilo namanya. Letaknya juga berada di dekat tepian Sungai Kandilo. Dibanding Kota Tenggarong yang hingga kini belum punya plaza, keberadaan Plaza dengan tiga lantai ini tentu saja membuat Kabupaten Paser jadi kelihatan "sedikit lebih maju". Kebanyakan barang yang diperdagangkan adalah dari jenis barang-barang elektronik dan barang kelontongan selain juga terdapat berbagai macam sandang. Sayangnya penataan kelompok pedagangnya masih kurang strategis. Barang-barang elektronik dan kelontongan ditempatkan di lantai 1 sedangkan pedagang pakaian di lantai 2. Itupun ternyata masih bercampur aduk antara pedagang Handphone, Buah-buahan, kelontongan, sembako dan pakaian. Bisa jadi itu menjadi penyebab kenapa di lantai 3 hingga kini masih kosong tidak diisi oleh pedagang lainnya.

Masjid Agung Nurul Falah

Kelebihan lain dari Kabupaten Paser ternyata tempat ibadahnya. Mesjid yang megah dan indah. Sebuah pilihan pembangunan sarana yang tepat untuk masyarakat Kabupaten Paser yag punya semboyan "Paser Buen Kesong - artinya Paser Berhati Baik" ini. Sayang kesucian Mesjid Agung Nurul Falah ini sedikit ternoda dengan ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. Kawan saya kehilangan sepatu disitu. Rupanya sepatunya sangat menarik perhatian ouknum itu. Relakan sajalah.


Selengkapnya.....