Nampaknya Jelas disebutkan disitu bahwa maksud dari Pakta Integritas pada awalnya terfokus pada komitmen dalam proses pengadaan barang dan jasa. Namun dalam perkembangannya Pakta Integritas berkembang dan digunakan disemua lembaga pemerintah yang diawali dengan penerapan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 pada Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dengan penandatanganan Pakta Integritas (PI) yang dilaksanakan bertepatan dengan Hari Anti Korupsi pada tanggal 9 Desember 2005 lalu. Kemudian pada tanggal 17 April 2006, seluruh pejabat eselon 1 dan 2 serta 5 orang pemantau independen PI menandatangani PI di Kementerian PAN.
Selanjutnya dalam web www.kormonev.Menpan.go.id disebutkan bahwa Pakta Integritas diartikan sebagai janji untuk melaksanakan segala tugas dan tangung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menurut Sekretaris Jenderal TII Rizal Malik, dikatakan bahwa, peraturan tentang pembuatan Pakta Integritas ini sudah ada, yaitu lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003. Atau secara lengkap dalam web Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negara disebutkan bahwa landasan hukum dari Pakta Integritas adalah :
- UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN;
- UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
- UU No.32 Tahun 2004 tantang Pemerintahan Daerah;
- Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005 tentang RPJM Nasional Tahun 2004-2009;
Manfaat yang diharapkan dari Pakta Integritas adalah mencegah terjadinya penyimpangan di bidang pengadaan barang dan jasa, anggaran, disiplin, mencegah para pimpinan, pejabat dan karyawan dari perbuatan penyimpangan yang menjurus pada perbuatan tindak pidana korupsi, meningkatkan kredibilitas instansi, mendorong kelancaran pelaksanaan program kerja yang berkualitas.
Benarkah?
Sebagai contoh, seorang Panitia Pengadaan, baik dalam Tim maupun sebagai Pejabat Pengadaan Sedikitnya pasti ikut menandatangani Pakta Integritas yang Format maupun bentuk dokumen pakta integritasnya standar sebagaimana tercantum dalam lampiran Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Kini, dengan komitmen yang semakin besar dalam upaya mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) di lingkungan pemerintahan, banyak pejabat dilingkungan pemerintah baik pusat dan daerah turut menandatangani Pakta Integritas.
Walaupun nampaknya belum ada acuan standar yang digunakan sebagai format baku dalam isi Pakta Integritas yang dibuat. Bandingkan saja format Pakta Integritas yang digunakan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Terasa sangat panjang.
Contoh lain seperti Pakta Integritas yang dilaksanakan pada Kabupaten Dharmasraya-Sumatera Barat dimana di dalam Pakta Integritasnya mencantumkan sembilan prinsip dasar, yakni :
- komitmen antikorupsi dari pemerintah,
- komitmen antikorupsi dari pihak swasta atau pelaku usaha,
- komitmen pemerintah dan pihak swasta terhadap partisipasi masyarakat,
- komitmen atas pemantau independen,
- adanya mekanisme pengelolaan pengaduan,
- mekanisme pemberian penghargaan dan hukuman,
- mekanisme resolusi konflik,
- mekanisme perlindungan saksi,
- dan kesepakatan batasan rahasia.
Pertama, peran serta secara pro aktif dalam pencegahan KKN.
Kedua, penerapannya sesuai dengan jabatan yang diamanahkan. dan
Ketiga, prinsip turut memberikan perlindungan terhadap saksi dan pelapor atas informasi penyimpangan dan indikasi perbuatan KKN.
Bagimanapun, nampaknya, komitmen penting dalam menunjang suksesnya pelaksanaan GCG melalui Pakta Integritas haruslah menyentuh seluruh jajaran aparatur pemerintah dan juga pihak swasta.
Di pihak pemerintahan khususnya, komitmen GCG haruslah bersifat top-down. Tanpa pimpinan yang berkomitmen dan pimpinan yang tidak mampu menjadi panutan, maka penandatangan Pakta Integritas bagi aparatnya hanyalah menjadi seperti kata pepatah "meludah ke langit". Melakukan sesuatu yang hanya akan menyakiti diri sendiri.